Ditengah gencarnya arus dan gelombang persamaan gender serta emansipasi
wanita. Tanggal 21 April dikenanglah nama seorang RA Kartini dengan
kumpulan suratnya : “Door Duisternis Tot Licht” yang terlanjur
diterjemahkan oleh seorang sastrawan Armin Pane dengan judul “Habis
gelap terbitlah terang”, yang nama ini semua dijadikan sebuah simbol
perjuangan wanita untuk memperjuangkan hak–hak mereka yang terzholimi.
Namun yang menjadikan kita harus mengurut dada, adalah lontaran dan
celotehan kotor dari sebagian orang yang mengatakan bahwa agama Islam
tidak menghormati wanita, dan beberapa hukum Islam menzholimi wanita?
Fasubhanallah, tahukah mereka hakekat yang mereka ucapkan, ataukah ini
hanya membeo pada ucapan orang-orang barat yang memang sangat gencar
menyerang Islam dengan berusaha memburukkan citra dan keagungannya?
Perhatikanlah wahai saudaraku, Islam datang untuk membawa rahmat bagi seluruh alam, sebagamana firman Nya :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.”
(QS. Al Anbiya’ : 107)
Wanita adalah bagian utama dalam kehidupan di alam semesta, tidak akan
baik sebuah kehiduan tanpa pengagungan dan penghormatan kepada mereka,
lalu akankah islam mendloliminya? Tidak wallahi tidak.
Dari sini marilah kita telusuri bagaimana sebenarnya islam
memperlakukan kaum hawa, baik saat menjadi apapun dia, baik saat masih
sebagai seorang anak, menjadi ibu, menjadi saudara wanita, menjadi bibi
atau lainnya.
Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq Nya dan menghilangkan syubuhat
kotor yang terpolusi oleh hitamnya isu persamaan gender dan emansipasi.
Saat Menjadi Anak
Pada zaman Jahiliyyah, menjadi anak wanita
benar-benar terhina, orang tua mereka tidak senang dengan kehadirannya
bahkan mereka tega membunuhnya dengan menguburnya hidup hidup.
Perhatikanlah gambaran qur’ani berikut :
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالْأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا
وَهُوَ كَظِيمٌ – يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ
أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلَا سَاءَ مَا
يَحْكُمُونَ
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar
dengan kelahiran anak perempuannya, hitamlah mukanya dan dia sangat
marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan burknya
berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya
dengan menangung kehinaan ataukah menguburkannya ke dalam tanah
hidup-hidup? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan
itu.” (QS. An Nahl: 58-59)
Al Hafidz Ibnu Hajar menyebutkan bahwa orang-orang jahiliyyah saat
mengubur hidup-hidup anak wanitanya, mereka menggunakan dua cara :
Pertama: Dia memerinthakan istrinya apabila akan
melahirkan supaya berada di dekat sebuah kubangan, lalu apabila yang
lahir adalah laki-laki maka dia membiarkanya, namun apabila perempuan
maka segera dilempar ke kubangan tersebut.
Kedua: Ada sebagian lain, yang membiarkan anak
wanitanya hidup sampai sekitar umur enam tahun, lalu saat itu dia
berkata kepada istrinya : “Hiasilah dan berilah wewangian pada anak ini,
saya akan ajak dia mengunjungi kerabat kita”. Ternyata anak tersebut
di bawa ke tangah padang pasir sehingga sampai ke sebuah sumur, lau dia
berkata kepada anak wanita tersebut: Lihatlah kedalam sumur ini.” Dan
akhirnya dia mendorong anaknya sehingga jatuh kedalamnya. (Lihat Fathul
Bari 10/421)
Namun hal itu sangat berbeda dengan Islam yang menganggap bahwa
kelahiran seorang anak wanita adalah sebuah kenikmatan agung, dan islam
memerintahkan untuk memperhatikan serta mendidik mereka, dan islam
memberikan balasan besar bagi yang melakukannya.
Rasulullah bersabda :
عن عقبة بن عامر يقول سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من كان له
ثلاث بنات فصبر عليهن وأطعمهن وسقاهن وكساهن من جدته كن له حجابا من النار
يوم القيامة
Dari Uqbah bin Amir berkata, “Saya mendengar
Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang mempunyai tiga orang anak
wanita lalu sabar menghadapinya dan memberinya pakaian dari hasil
usahanya, maka mereka akan menjadi penghalang baginya dari nereka.”
(HR. Ibnu Majah : 3669, Bukhori dalam adab Mufrod : 76 dan Ahmad 4/154
dengan sanad shohih, lihat Ash Shohihah : 294)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ
Dari Anas bin
Malik berkata: “Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang memelihara dua
anak wanita sehingga baligh, maka dia akan datang pada hari kiamat dan
saat itu saya dan dia seperti ini.” Lalu Rasulullah menyatukan antara
jari-jari beliau.” (HR. Muslim : 2631)
Dan pada riwayat lain dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda,
من كن له ثلاث بنات يؤويهن و يرحمهن و يكفلهن وجبت له الجنة البتة . قيل :
يا رسول الله ! فإن كانت اثنتين ؟ قال : و إن كانت اثنتين . قال : فرأى
بعض القوم أن لو قالوا له : واحدة ؟ لقال : واحدة
“Barang siapa yang
memiliki tiga anak wanita lalu memelihara, mengasih sayanginya dan
menanggung hidupnya maka dia pasti masuk surga. Lalu ada yang
bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana kalau hanya dua?” beliau menjawab,
“Meskipun hanya dua.” Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa
seandainya mereka bertanya, “Bagaimana kalau cuma satu?” niscaya
Rasulullah akan menajawabnya: “Meskipun Cuma satu.” (HR. Ahmad 3/303,
lihat Ash Shohihah : 2679)
Saat Menjadi Ibu
Saat seorang wanita menjadi ibu, maka syariat
Islam benar-benar menghormati dan mengagungkannya. Hal ini sangat
nampak sekali dengan wajibnya seorang anak berbakti pada ibunya,
berbuat baik padanya, larangan menyakitinya dengan cara apapun,
mendoakan kebaikan baginya serta berbagai hal lain yang membawa
kebahagiaan serta kehormatan dirinya.
Salah satu gambarannya adalah firman Allah Ta’ala :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ
كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا – وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Tuhanmu
telah memerintahan supaya kamu jangan menyemba selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang diantara keduanya atau keduanya sampai berusia
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “Ah” dan janganlah kamu membentak
keduanya dan ucapanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah, “Ya Allah, kasihilah mereka berdua, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. An Nahl : 23, 24)
Bahkan Islam lebih mendahulukan menghormati ibu daripada bapak. Sebagaimana hadits berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ
اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ
ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ
قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ
Dari Abu Hurairah berkata,
“Datang seseorang kepada Rasulullah lalu bertanya, “Wahai Rasulullah,
siapa yang paling berhak untuk saya berbuat baik padanya?”
Rasulullah menjawab : Ibumu,
Dia bertanya lagi : Lalu siapa?
Rasulullah menjawab : Ibumu,
dia bertanya lagi : Lalu siapa?
Rasulullah kembali menjawab : Ibumu,
lalu dia bertanya lagi : Lalu siapa?
Rasulullah menjawab : Bapakmu.”
(HR. Bukhari : 5971, Muslim : 2548)
Syariat Islam juga menjadikan berbuat bakti kepada orang tua termasuk
diantara amal perbuatan yang paling mulia. Dan ini sangat jelas
tergambar dalam beberapa hadits Rasulullah , diantaranya :
عن عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَأَلْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى
وَقْتِهَا قَالَ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قَالَ ثُمَّ
أَيٌّ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
Dari Abdullah bin
Mas’ud berkata, “Saya bertanya kepada Rasulullah, “Apakah amal
perbuatan yang paling dicintai oleh Allah?” Rasulullah menjawab,
“Sholat yang tepat pada waktunya.” Saya bertanya lagi, “Lalu apa?”
Beliau menjawab, “Berbakti kepada kedua oang tua.” “Lalu apa lagi?”
“Jihad fisabilillah.” (HR. Bukhori : 5970, Muslim : 85)
Islam juga menjadikan durhaka kepada keduanya termasuk dosa besar, sebagaimana sabda Rasulullah :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ عَنْ أَبِيهِ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ ثَلَاثًا قَالُوا بَلَى يَا
رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ
وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ قَالَ فَمَا
زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا لَيْتَهُ سَكَتَ
Dari Abdur
Rahman bin Abu Bakrah dari bapaknya berkata, “Rasulullah bersabda,
“Maukah kalian saya tunjukkan kepada perbuatan dosa yang paling besar?
Para sahabat mengatakan : Wahai Rasulullah, Beliau bersabda : “Berbuat
syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Dan saat itu
duduk padahal sebelumnya bersandar : hati-hatilah kalian dengan sumpah
palsu.” Rasulullah selalu mengulang-ulanginya sehingga kami mengatakan:
Duh, seandainya beliau mau diam. (HR. Bukhori : 5976, Muslim : 87)
Saat Menjadi Istri
Saat seorang wanita menjadi istri, maka
syariat Islam pun sangat memperhatikan hak-haknya serta sangat
menghargai dan menghormatinya. Diperintahkan seorang suami untuk
berbuat baik kepadanya, tidak menyakitinya, bersabar atas segala
kekurangannya, berbuat baik kepada keluarganya, memberinya nafkah
dengan cara yang baik, menjaga kehormatannya dan lain sebagainya.
Cukuplah itu semua masuk dalam perintah Allah :
“Dan pergaulilah mereka (para istri) dengan cara yang baik.” (QS. An Nisa’ : 19)
Dan perhatikanlah beberapa hadits berikut, niscaya engkau akan mengetahui bagaimana islam sangat menghormati seorang istri.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ فَإِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ
ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ إِنْ ذَهَبْتَ
تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ اسْتَوْصُوا
بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
Dari Abu Huroiroh berkata: “Rasulullah bersabda : “Berbuat baiklah
kalian kepada istri, karena dia diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang
rusuk yang paling bengkok adalah yang paling atas, kalau engkau
meluruskannya berarti engkau mematahkanya namun jika engkau biarkan maka
dia akan selalu bengkok, oleh karena itu berbuat baiklah kalian kepada
para istri.” (HR. Bukhori : 3331, Muslim : 1468)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ
خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا
Dari Abu Huroiroh berkata: “Rasulullah bersabda: “Orang mukmin yang
paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, sebaik-baik
kalian yang paling baik terhadap istrinya.” (HR. Ahmad 2/250, Abu Dawud :
4682, Tirmidzi : 1162 dengan sanad shohih)
عن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّه قال : قال رسول الله : فَاتَّقُوا اللَّهَ
فِي النِّسَاءِ فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللَّهِ
وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ
أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ فَإِنْ فَعَلْنَ
ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ
رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
Dari Jabir bin Abdillah bahwasannya Rasulullah bersabda saat khutbah
haji wada’: “Takutlah kalian kepada Allah tentang urusan istri kalian,
karena kalian mengambilnya dengan amanat dari Allah, dan kalian halalkan
farjinya dengan kalimat Allah, maka hak kalian atas mereka adalah agar
mereka kaum istri jangan mengizinkan orang yang kalian benci masuk
rumah kalian, kalau sampai mereka melakukannya maka pukullah mereka
dengan pukulan yang tidak menyakiti, sedangkan hak mereka atas kalian
adalah kalian berikan nafkah serta pakaiannya dengan cara yang baik.”
(HR. Muslim : 1218)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا
خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
Dari Abu Huroiroh berkata : ” Rasulullah bersabda : “Janganlah seorang
mukmin laki-laki membenci seorang wanita mu’minah, karena jika dia
melihat ada akhlaknya yang tidak disenangi, niscaya dia akan menemukan
akhlak lain yang dia senangi.” (HR. Muslim : 1469)
Saat Sebagai Kerabat
Saat seorang wanita menjadi kerabat, baik
sebagai saudara, bibi , keponakan maupun saudara sepupu, maka syariat
Allah dan Rasulnya pun tetap menghormati dan mengagungkannya.
Kaum muslimin diperintahkan untuk berbuat baik kepada mereka, di
perintah untuk menyambung hubungan kekerabatan, menjaga hak-hak mereka
serta lainnya.
Perhatikanlah beberapa nash berikut :
عن المقدام بن معد يكرب أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إن الله
يوصيكم بأمهاتكم ثلاثا إن الله يوصيكم بآبائكم إن الله يوصيكم بالأقرب
فالأقرب .
Dari Miqdam bin Ma’dikarib bahwasannya Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada
ibu-ibu kalian (tiga kali). Sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian
untuk berbuat baik kepada bapak-bapak kalian, sesungguhnya Allah
berwasiat untuk berbuat baik dengan keluar yang terdekat kemudian yang
dekatnya lagi. (HR. Bukhori dalam Adab Mufrod : 60, Ibnu Majah : 3661
dengan sanad shohih, lihat Ash Shohihah : 1666)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّحِمَ شَجْنَةٌ مِنْ
الرَّحْمَنِ فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ وَمَنْ قَطَعَكِ
قَطَعْتُهُ
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya orang yang masih punya hubungan keluarga adalah kerabat
erat dari Allah, maka Allah berfirman, “Barang siapa yang menyambungmu
maka Aku akan menyambungnya, dan barang siapa yang memutusmu maka Aku
akan memutusnya.” (HR. Bukhori : 5989, Muslim : 2555)
Saat Menjadi Orang Lain
Sampaipun saat seorang wanita hanya
menjadi orang lain yang tidak memmpunyai hubungan kekeluargaan
dengannya, maka islam masih sangat menghargai dan menghormatinya.
Sebagai sebuah gambaran mudah. Islam memerintahkan untuk memberikan
bantuan saat ada seorang wanita yang membutuhkan, sebagaimana sabda
Rasulullah,
السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ الْقَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَارَ
“Orang
yang berusaha membantu para janda dan orang miskin maka dia berada
dijalan Allah atau seperti orang yang sholat malam dan puasa siang
hari.” (HR. Bukhari : 6007, Muslim : 2982)
Inilah sekelumit dari samudra keagungan wanita dalam naungan syariat
Islam, lalu setelah ini semua, masihkah ada orang yang berani untuk
mengatakan bahwa islam mendholimi wanita dan tidak memberikan hak-hak
mereka? Mudah-mudahan Allah tidak menjadikan kita sebagai orang yang
buta hati dan akal. Wallahu a’lam